Pages

Monday, January 6, 2020

PEMBENIHAN IKAN KOI


PEMBENIHAN IKAN KOI
Oleh: Aldino Gibran Lubis, S.Pi



            Di Indonesia, koi merupakan ikan hias favorit dan banyak digemari oleh masyarakat luas, karena warna tubuhnya yang mempesona dan harganya relatif mahal. Ikan koi sampai saat ini masih menjadi salah satu komoditas perdagangan yang cukup dalam bidang perikanan. Oleh karena itu, kehadiran koi di tengah keluarga selalu berdampak positif, artinya apabila dipelihara dalam skala besar dapat digunakan sebagai mata pencaharian sekaligus dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru. Sedangkan bila dipelihara dalam skala kecil layaknya ikan hias, koi dapat dijadikan sarana rekreasi atau menyalurkan hobi seseorang dengan mengamati keindahan dan lenggak – lenggoknya dalam aquarium (Effendi, 1993).

            Pada pembudidayaan koi, usaha pembenihan memegang peranan penting  dalam penyediaan benih yang akan dibesarkan hingga proses pewarnaan mencapai kesempurnaan. Kualitas koi ditentukan oleh pola warna, kesesuaian jenis koi dan kejelasan warna. Pola warna yang simetris dengan batasan jelas antar warna menunjukkan kualitas yang baik. 

2.1. Biologi Ikan Koi

2.1.1. Taksonomi Ikan Koi

Ikan Koi termasuk ke dalam golongan ikan carp (karper). Pemuliaan yang dilakukan bertahun-tahun menghasilkan garis keturunan yang menjadi standar penilaian koi.

Adapun klasifikasi ikan koi menurut Khairruman (2000), yaitu :

Filum               : Chordata

Sub filum         : Vertebrata

Superkelas      : Pisces

Kelas               : Osteichthyes

Sub kelas        :  Actinopterygii

Ordo                : Cyprinoformes

Sub ordo         : Cyprinoidea

Famili              : Cyprinidae

Sub Famili       : Cyprininae

Genus             : Cyprinus

Spesies           : Cyprinus carpio

2.1.2. Morfologi Ikan Koi

            Menurut Susanto (2000), badan koi berbentuk seperti torpedo dengan perangkat gerak berupa sirip. Sirip – sirip yang melengkapi bentuk morfologinya adalah sebuah sirip punggung, sepasang sirip dada, sepasang sirip perut, sebuah sirip anus, dan sebuah sirip ekor. Untuk berfungsi sebagai alat gerak, sirip ini terdiri dari jari – jari keras, jari – jari lunak, dan selaput sirip. Sirip dada dan sirip ekor hanya mempunyai jari jari lunak. Sirip punggung mempunyai 3 jari – jari keras dan 20 jari lunak. Sirip perut hanya terdiri dari jari – jari lunak sebanyak 9 buah. Sirip anus mempunyai 3 jari – jari keras dan 5 jari – jari lunak.

            Pada sisi badannya, dari pertengahan kepala hingga batang ekor, terdapat gurat sisi (linea lateralis) yang berguna untuk merasakan getaran suara. Garis ini terbentuk dari urat – urat yang ada di sebelah dalam sisik yang membayang hingga sebelah luar. Badan koi tertutup selaput yang terdiri dari 2 lapisan. Lapisan pertama terletak di luar yang disebut dengan epidermis, sedang lapisan dalam disebut sebagai endodermis. Epidermis terdiri dari sel – sel getah yang menghasilkan lendir (mucus) pada permukaan badan koi. Lapisan endodermis terdiri dari serat – serat yang penuh dengan sel. Di lapisan ini juga terdapat sel warna.

            Sel warna ini mempunyai corak yang sangat kompleks yang dengan cara kontraksi memproduksi larutan dengan 4 macam sel warna yang berbeda. Adapun keempat sel tersebut adalah melanophore (hitam), xanthophore (kuning), erythrophore (merah), dan guanophore (putih). Organ perasa dan syaraf mempunyai hubungan erat dengan penyusutan dan penyerapan sel warna. Organ – organ ini sangat reaktif sekali dengan cahaya. Tempatnya terletak di antara lapisan epidermis dan urat syaraf pada jaringan lemak, yang terletak di bawah sisik. 

2.1.3. Habitat Dan Sifat

            Ikan koi menyukai tempat hidup (habitat) di perairan tawar yang tidak terlalu dalam dan alirannya tidak terlalu deras, misalnya di pinggiran sungai atau danau. Ikan ini dapat hidup baik di ketinggian 150 – 600 m di atas permukaan laut dan pada suhu 25 – 30o C. Meskipun tergolong ikan air tawar, ikan koi kadang – kadang juga ditemukan di perairan payau atau di muara sungai dengan kadar garam 25 – 30 % (Khairruman, 2000).

            Koi gampang menyesuaikan diri dengan lingkunganbarunya. Ikan ini bisa menempati hampir semua tempat. Pada saat pemindahan, jangan sampai koi mengalami perubahan secara mendadak. Masa hidup koi umumnya hingga 70 tahun, namun ada beberapa yang bisa hidup mencapai 200 tahun. Tidak ada bos dalam kelompok koi, dan tidak ada seekor pejantan kasar yang mengganggu koi betina. Sebagai pendatang lama, koi tidak akan menyiksa pendatang baru. Koi sangat lemah lembut (Susanto, 2000).

2.1.4. Makan Dan Kebiasaan Makan

            Ikan koi tergolong jenis omnivora, yaitu ikan yang dapat memangsa berbagai jenis makanan, baik yang berasal dari tumbuhan maupun binatang renik. Namun, makanan utamanya adalah tumbuhan dan binatang yang terdapat di dasar dan di tepi perairan (Khairruman, 2000).

            Menurut Susanto (2000), koi mau menerima daging, ikan, sayur – sayuran, bahkan roti. Namun untuk mendapatkan koi yang sehat dengan warna memikat, kita perlu memberi koi dengan pakan buatan. Pakan buatan tersebut merupakan campuran berbagai bahan nabati dan hewani yang ditambah vitamin. Pakan buatan ini sangat posiitf untuk pertumbuhan warna badan koi. Selain pakan buatan, koi juga memerlukan pakan alami seperti udang – udangan, cacing tanah, kepiting, dan siput. Perbandingan bahan nabati dan bahan hewani berkisar 6 : 4. 

2.2. Persyaratan Lokasi

Menurut Prihartono (2004), beberapa faktor yang menjadi pertimbangan dalam memilih lokasi budidaya adalah sebagai berikut :

a)    Faktor teknis

1)  Lahan harus mempunyai sumber air yang terjamin sepanjang tahun, tapi bukan daerah banjir.

2)  Kualitas air terjamin dan terhindar dari polutan yang dapat menyebabkan air kolam tercemar.

3)  Kesuburan tanahnya cukup.

b)    Faktor sosial

1)  Sumber daya lingkungan sekitar mendukung kegiatan usaha.

2)  Lingkungan hidup dan kelestarian alam tetap terjaga.

3)  Kegiatan budidaya harus dapat memberdayakan manusia disekitar lokasi kegiatan usaha.

4)  Keamanan lokasi budidaya tetap terjaga.

5)  Budidaya harus memberikan dampak positif terhadap lingkungan, terutama masyarakat sekitar lokasi usaha.

c)    Faktor ekonomi

1)    Lokasi usaha dekat dengan pasar.

2)    Sarana produksi mudah diperoleh dan tersedia.

3)    Sarana Transportasi terjamin dan adanya jalan.

4)    Sarana komunikasi lancar.

2.3. Sarana Dan Prasarana Pembenihan

            Menurut Khairruman (2000), prasarana pokok yang harus ada adalah kolam pemijahan atau kolam penetasan, kolam pemeliharaan induk, dan kolam penampungan benih. Prasarana penunjangnya adalah kolam pemberokan, kolam sedimentasi, kolam penyaringan, kolam pemeliharaan ikan donor, kolam penampungan hasil, gudang pupuk, gudang pakan, gudang kimia dan obat – obatan. Prasarana pelengkapnya adalah kantor, perumahan karyawan, toilet, ruang istirahat, dan rumah jaga. Sementara itu prasarana yang paling mutlak adalah sumber air. Adapun sarana – sarananya yaitu seperti, seser, ember, jaring.

2.4. Pemeliharaan Induk

Induk ikan koi betina yang berumur lebih dari 2 tahun, dipelihara pada kolam tanah berukuran 40 m x 20 m dengan tinggi air 60 cm dan kepadatan 42  ekor ikan koi. Sedangkan induk jantan yang berumur lebih dari 1 tahun dipelihara pada kolam beton berukuran 10 m x 8 m dengan ketinggian 60 cm dan kepadatannya 22 ekor ikan koi. Hal ini sesuai dengan pendapat Khairruman (2000), bahwa pemeliharaan induk juga dapat dilakukan di dalam bak beton berukuran 3 x 6 x 1,2 m.  Pakan yang diberikan untuk ikan koi ini adalah pakan buatan atau pelet yang berdiameter ± 3 mm. Frekuensi pemberian pakannya adalah 2 kali dalam sehari, yaitu setiap pagi dan sore hari. Adapun dosisnya diperkirakan berdasarkan pengalaman petani, yaitu 2 gelas takar (1 gelas = 250 gram) atau 0,5 kg setiap 1 kali pemberian pakan.Air yang digunakan untuk pemeliharaan induk diperoleh dari sumber air irigasi tanpa melalui treatment terlebih dahulu. Air yang digunakan air yang mengalir atau bersirkulasi dengan debit 1 L/menit. Hal ini untuk menjaga agar kadar oksigen terlarutnya stabil dalam pemeliharaan induk. Banyak hama yang mengganggu pada induk koi, yaitu keong, ular, katak, ikan nila, dan ikan seribu. Sedangkan penyakit yang ditemui pada pemeliharaan induk adalah jamur yang membuat tubuh ikan koi gatal – gatal, sehingga menyebabkan ikan koi meloncat – loncat keluar kolam dan mati. Ciri – ciri ikan koi yang gatal – gatal tubuhnya adalah sering menggesek – gesekkan badannya ke dinding kolam dan sering meloncat – loncat ke permukaan kolam. Hal ini dikarenakan air yang masuk ke dalam media pemeliharaan tanpa melalui treatment terlebih dahulu. 

2.4.1. Persyaratan Induk

            Induk koi yang matang gonad, biasanya berumur minimal 1,5 tahun. Induk diletakkan terpisah antara jantan dan betina. Hal ini agar koi tidak melakukan pemijahan di kolam pemeliharaan induk. Ciri – ciri induk yang baik adalah :

1.    Umur sekitar 1,5 – 3 tahun. Induk tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua. Jika induk terlalu tua, dikhawatirkan mempengaruhi kualitas telur.

2.    Tidak cacat tubuh. Jika induk cacat, akan mempengaruhi keturunan ikan tersebut.

3.    Tidak lemas, lincah, dan tubuh ideal.

4.    Lubang urogenitalnya berwarna merah.

Hal ini sesuai dengan pendapat Susanto (2000), yang mengatakan bahwa syarat induk yang baik adalah:

1.    Umur induk 1,5 – 3 tahun.

2.    Sisik tersebar teratur dan berukuran agak besar.

3.    Sisik tidak terluka dan tidak cacat.

4.    Bentuk dan ukuran tubuh seimbang, tidak terlalu gemuk atau terlalu kurus.

5.    Tubuh tidak terlalu keras atau terlalu lembek.

6.    Perut lebar dan datar.

7.    Ukuran tubuh relatif tinggi.

8.    Bentuk ekor normal, cepat terbuka, pangkal ekor relatif lebar, dan tebal.

9.    Kepala relatuf kecil dan moncongnya lancip, terutama pada induk betina. Sebab, jumlah telur ikan koi yang berkepala kecil, biasanya lebih banyak daripada ikan yang berkepala besar.

10.  Jarak lubang dubur relatif dekat dengan pangkal ekor.

2.4.2. Seleksi Induk Matang Gonad

Induk yang matang gonad sangat mempengaruhi keberhasilan usaha pembenihan ikan koi. Menurut pembudidaya, induk yang paling baik, belum tentu warna keturunannya juga baik semua.  Tujuan lainnya adalah untuk semakin banyak mendapatkan  keturunan yang beraneka ragam dan lebih bervariasi.  Dalam 1 kali seleksi, diambil induk sebanyak 3 – 4 buah, yaitu 1 induk betina dan 2 atau 3 induk jantan yang telah matang gonad. Induk yang matang gonad ini kemudian akan diambil dari kolam pemeliharaan dan dicampur pada kolam pemijahan untuk mendapatkan keturunan. 

Adapun ciri – ciri induk matang gonad adalah :

Induk jantan
Induk betina
Umurnya lebih dari 1 tahun
Umurnya lebih dari 2 tahun
Bobot 0,5 – 1,5 kg
Bobot antara 2,0 – 4 kg
Bentuk tubuh pipih, perut tidak lebih besar dari kepala.
Perut lebih besar dari kepala dan punggung.
Jika perut ditekan, akan mengeluarkan cairan sperma
Jika perut ditekan, akan mengeluarkan ovum.
Gerakannya lincah.
Gerakannya tidak terlalu lincah.
Tutup insangnya kasar
Tutup insangnya halus

2.4.3. Proses Pemijahan

            Kolam yang digunakan untuk kegiatan pemijahan adalah kolam beton yang berada di pekarangan rumah. Kolam berukuran 1,5 m x 6 m ini disikat dan dibilas sampai bersih. Pencucian bak pemijahan ini tidak menggunakan desinfeksi apapun. Setelah dibilas hingga bersih, kolam dikeringkan selama 1 – 2 hari. Hal ini dimaksudkan untuk membunuh bibit – bibit penyakit yang ada di dalam kolam. Ditambahkan pula oleh Khairruman (2000), pengeringan kolam dilakukan untuk mempercepat proses pemijahan. Selanjutnya kolam pemijahan ini diisi air hingga mencapai kedalaman 50 cm. Air ini berasal dari tandon yang ada di sekitar kolam pemijahan. Air yang digunakan untuk proses pemijahan meskipun demikian tidakdi treatment sama sekali. Air yang masuk ke dalam kolam ini adalah air yang relatif bersih dan jernih. Air diisikan pada pagi hari dan induk dimasukkan pada sore hari. Hal ini bertujan agar sinar matahari bisa masuk ke kolam pemijahan dan suhu kolam pemijahannya cukup tinggi agar mempercepat proses pemijahan. Setelah air diisi ke kolam pemijahan, diletakkan enceng gondok sebagai kakaban. Ini bertujuan agar kakaban tidak merusak sisik koi saat ikan melakukan pemijahan (dapat dilihat pada Gambar 7). Induk ini dimasukkan ke dalam kolam pemijahan dengan perbandingan 1 : 2 atau 1 : 3, yaitu 1 induk impor dari singapura. Hal ini bertujuan untuk semakin banyak mendapatkan  keturunan yang beraneka ragam dan lebih bervariasi. Induk yang matang gonad ini kemudian akan diambil dari kolam pemeliharaan dan dicampur pada kolam pemijahan untuk mendapatkan keturunan.  Jika induk yang dimasukkan ke dalam kolam pemijahan belum matang gonad, maka tidak akan dihasilkan keturunan, dan proses pembenihan akan gagal. Untuk perbandingan induk 1 : 3, 1 induk betina dan 3 induk jantan diberikan enceng gondok sebanyak 25 buah. Posisi enceng gondoknya adalah dengan kondisi akar yang tenggelam di dalam air, agar telur ikan koi dapat menempel dengan baik pada akar – akar enceng gondok ini. Induk yang telah dipilih kemudian dimasukkan ke dalam kolam pemijahan pada sore hari, antara pukul 16.00-17.00, saat kondisi udara sejuk (tidak terlalu panas) dan biasanya induk akan memijah pada saat maghrib atau menjelang tengah malam (antara pukul 22 malam) hingga fajar (sekitar pukul 4 sampai 5 pagi). Sejak induk dimasukkan ke dalam kolam pemijahan, induk jantan akan langsung mengejar-ngejar dan menempelkan badannya pada induk betina. Induk betina yang memiliki respons baik, saat pemijahan akan berenang ke arah kakaban sambil melepaskan telurnya, lalu diikuti induk jantan di belakangnya sembari mengeluarkan sperma. Telur yang keluar tadi akan menempel pada kakaban. Kejar-kejaran ini berlangsung terus hingga pemijahan selesai, sekitar pukul 4 sampai 5 pagi. Induk yang selesai memijah akan berhenti berkejar-kejaran dan berenang ke tepi kolam. Kolam akan berbau amis hasil dari pemijahan. Perut induk betina juga akan terlihat mengempis. 

2.4.4. Persyaratan Kualitas Air

            Untuk media pemijahan dan pemeliharaan larva ikan koi, dibutuhkan air yang jernih. Karena air sangat mempengaruhi penetasan telur dan warna pada ikan koi. Adapun kualitas air yang digunakan pada pembenihan ikan koi ini adalah suhu 25oC – 28oC dan pH 7 – 7,5.

Air yang digunakan berasal dari air keran yang bersumber dari PAM ditampung terlebih dahulu di tandon air dan bisa langsung dipakai untuk budidaya ikan koi. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Khairruman (2000), air yang digunakan harus sudah disaring dan diendapkan 24 jam karena air PAM yang masih baru tidak dapat digunakan langsung dalam proses pemijahan, karena masih mengandung klorin.  Selain itu, media pemijahan ini dipasang aerasi. Aerasi sebanyak 4 batu aerasi ini bermanfaat untuk menjaga agar oksigen dalam media pemijahan dan pemeliharaan larva tetap stabil. Jika air diisikan ke dalam bak pada pagi hari pada pukul 07.00, induk akan dimasukkan sore hari pada pukul 16.00. Hal ini dimaksudkan agar suhu air dalam bak hangat dan mempercepat pemijahan induk ikan koi.

2.4.5. Penetasan Telur

Setelah memijah pada malam harinya, esok harinya induk dipindah dan dikembalikan ke kolam pemeliharaan induk. Hal ini agar telur – telur yang telah dihasilkan tidak dirusak oleh induk koi. Telur yang dihasilkan oleh induk ikan koi betina dengan berat 1,7 kg ini adalah 40.000. Adapun penghitungan fekunditasnya, dapat dilihat pada Lampiran 2.Telur menetas pada hari ke – 3 setelah proses pemijahan. Menurut pembudidaya ikan koi, diperlukan suhu yang stabil pada saat proses penetasan telur. Jika cuacanya tidak mendukung, yaitu setelah hujan panas atau sebaliknya, telur tidak akan menetas optimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Susanto (2000), yaitu agar menetas dengan baik, telur harus selalu terendam dan suhu air konstan. Jika suhu terlalu dingin, penetasan akan berlangsung lama. Selain itu, aerasi harus selalu dipasang untuk menjaga kadar oksigen terlarut dalam hari. Telur yang dibuahi sempurna adalah telur yang berwarna putih bening, sedangkan apabila telur itu berwarna putih susu, telur tersebut tidak dibuahi atau disebut telur bonor. Setelah telur menetas,enceng gondok tidak dipindahkan, dibiarkan disitu sebagai tanaman air. Adapun daya tetasnya (HR) adalah 36.000 larva atau 90 %. Cara penghitungannya dapat dilihat pada Lampiran 2. Hal ini karena pada saat itu kondisi sangat optimal untuk penetasan telur ikan koi. cuacanya yang tidak berubah – ubah secara ekstrim tidak menyebabkan fluktuasi suhu yang berlebihan. Adapun larva yang baru menetas adalah masih bersembunyi dibalik enceng gondok. Panjangnya adalah 0,4 – 0,7 cm. Koi yang baru menetas ini masih berwarna kuning keemasan keseluruhannya, dan saat berumur waktu tertentu akan berubah warnanya masing – masing.

2.5. Perawatan Larva

            Larva yang baru menetas umumnya tidak diberi pakan hingga 3 hari sesudahnya. Larva ini dipelihara di kolam penetasan telur selama 14 hari sebelum dipindah ke kolam sawah atau disebut juga pendederan. Selama masa pemeliharaan larva tersebut, hendaknya kontrol kualitas air, pakan selalu diperhatikan, karena larva yang baru berumur 7 hari adalah larva yang masih rentan.

Kebersihan kolam dan air juga harus dijaga. Aerasi yang diberikan selalu dikontrol agar suplai oksigen untuk pemeliharaan larva yang masih rentan ini tetap optimal. Adapun pengukuran kualitas air selama 14 hari dapat dilihat pada Lampiran 1. Suhu media pemeliharaan larva selama 14 hari berkisar antara 25 – 27 oC. Sedangkan pHnya normal dan stabil yaitu 7.

            Fluktuasi suhu pada air media pemeliharaan larva ikan koi, tidak terlalu mencolok. Hanya pada hari ke – 11, suhunya mencapai 25 oC. Hal ini tidak mempengaruhi tingkat kehidupan larva koi, karena suhu yang optimal untuk pemeliharaan larva adalah berkisar adalah 25 – 28 oC.       

umur (hari)

            pH pada air media larva ikan koi tidak mengalami fluktuasi. Air pada pemeliharaan larva ikan koi ini sangat baik dan optimal untuk pemeliharaan ikan koi. Pada pemeliharaan larva ini diperlukan pengawasan yang ekstra, karena apabila tidak dilakukan pengawasan ekstra akan banyak yang mati.

Pada hari ke – 14, larva yang telah tumbuh menjadi benih ini akan dipindah ke kolam pendederan. Adapun persiapan untuk kolam pendederan adalah :

1.    Pengeringan kolam : pengeringan kolam ini dilakukan sekitar 1 – 2 minggu untuk mencapai pengeringan tanah yang optimal. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Susanto (2000), bahwa kolam dikeringkan selama dua hari di bawah terik matahari.

2.    Pembajakan : pembajakan ini dilakukan dengan bajak tradisional, yaitu sapi yang dijalankan oleh tenaga petani. Pembajakan ini dilakukan untuk membolak – balik tanah agar unsur hara tanah mencukupi untuk kegiatan budidaya.

3.    Pemupukan : pemupukan dilakukan menggunakan urea, untuk luas kolam 20 x 40 ini, diperlukan 25 kg pupuk. Pupuk ini akan menumbuhkan pakan alami untuk pakan benih ikan koi.

4.    Pengisian air : air diisikan ke kolam mencapai ketinggian 30 cm. Hal ini agar sinar matahari bisa masuk ke dalam kolam. Koi sangat menyukai habitat yang hangat.

5.    Memberikan probiotik : adapun probiotik yang diberikan adalah EM – 4. Dosisnya adalah 250 cc untuk volume air 240.000 liter. Sebenarnya probiotik ini adalah probiotik untuk tanaman, namun setelah dicoba untuk pemeliharaan benih ikan koi, ikan koi semakin terlihat lincah dan sehat.

6.    Setelah didiamkan selama 3 hari, ikan koi yang dipanen dari kolam pemeliharaan larva tadi ditebar pada kolam pendederan. 

2.5.1 Pengelolaan Pakan

Pakan adalah komponen yang penting dalam menghasilkan warna koi yang bagus selain air. Hal ini sesuai dengan pendapat Anton (2009), yang menyatakan bahwa kualitas pakan sangat menentukan tampilan warna sebagai daya tarik ikan koi sendiri.Adapun pakan yang diberikan yaitu, pada umur 4 hari, koi diberi pakan kuning telur bebek yang telah dilarutkan dalam air. Setiap pemberian pakan, telur bebek diberikan 4 butir. Pemberian pakan telur bebek ini diberikan selama 3 hari kedepan, setiap pagi dan sore. Selanjutnya koi diberi pakan cacing sutra sebanyak 4 kaleng cacing sutra dalam sekali pemberian pakan (1 kaleng = 240 gram). Pakan cacing ini diberikan selama 7 – 8 hari dan diberikan pada pagi hari saja. Cacing sutra ini didapatkan dari toko di sekitar wilayah budidaya. Setelah benih dideder pada kolam pendederan, selama 1 minggu benih tidak diberi pakan. Hal ini dilakukan untuk penyesuaian benih terhadap lingkungan sekitar. Namun selama satu minggu tersebut, benih ikan koi mendapatkan pakan dari plankton yang telah ditumbuhkan ketika persiapan kolam pendederan. Setelah 1 minggu, benih baru diberikan pakan berupa tepung udang. Adapun pemberiannya yaitu 125 gram per hari. Frekuensi pemberiannya adalah 2 kali sehari.   Sedangkan untuk pakan induk, diberikan pellet berukuran 3 mm. Pellet yang diberikan khusus ikan koi.induk diberi pakan setiap 2 kali sehari, yaitu setiap pagi dan sore.

2.5.2 Pengelolaan Kualitas Air

            Kualitas air untuk budidaya ikan koi ini harus benar – benar diperhatikan karena bisa mempengaruhi warna koi. Adapun caranya adalah membersihkan kotoran – kotoran di dalam kolam, seperti daun – daun yang berguguran di kolam. Alatnya berupa seser untuk menyeser daun – daun kering. Selain itu, melakukan sistem pergantian air, yaitu membuang air sebanyak 30% kemudian menambahkannya lagi sebanyak itu. Adapun pergantian ini dilakukan setiap 2 hari sekali. Air yang dimasukkan ke dalam kolam pemeliharaan tidak di treatment sama sekali. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Susanto (2000), bahwa air yang masuk ke kolam pemeliharaan sebalumnya harus disaring dan diberi obat untuk menghilangkan kandungan klorin dengan menggunakan Rid All. Air yang digunakan sudah cukup untuk persyaratan dalam pemeliharaan larva ikan koi. digunakan pula sistem aerasi untuk suplai oksigen dalam pemeliharaan ikan koi ini. Selain menggunakan aerasi, kolam pemeliharaan larva juga diberi tanaman air berjenis enceng gondok dan kabomba (dapat dilihat pada Gambar 14). Tanaman air ini dibersihkan apabila banyak lumpur yang menempel pada tanaman ini.

2.5.3 Pengendalian Hama Dan Penyakit

            Walaupun terletak pada kolam beton, namun koi tidak terlepas dari hama dan penyakit. Adapun hama yang menyerang pada larva ikan koi adalah :

a.    Keong

Banyak keong yang menempel pada dinding bak kolam pemeliharaan. Keong ini dikatakan hama karena timbul persaingan oksigen antara keong dan ikan koi. Cara menanggulanginya adalah rutin membersihkan kolam dari keong – keong yang menempel pada dinding kolam ini.

b.    Katak

Katak adalah hewan yang hidup pada 2 alam. Karena kolam pemeliharaan yang dangkal, maka katak ini suka berenang – renang untuk memakan larva ikan koi yang masih berukuran kecil ini. Adapun cara penanggulangan, yaitu mengambil katak di dalam kolam pemeliharaan karena dapat mengurangi tingkat kehidupan ikan koi ini.

Menurut Susanto (2000), penyakit yang menyerang ikan koi adalah White spot, kutu ikan, jamur (kapas putih), cacing jangkar, penyakit gelembing renang, dan penyakit gelembung gas, namun pada kenyataannya dalam lapangan, penyakti yang menyerang pada benih adalah penyakit parasit, yaitu Mixobolus, sp, penyakit ini menyerang insang dan akhirnya insang membengkak. Karena insang membengkak, ikan pun jadi sulit bernafas dan ikan koi mati. Penyakit ini diduga karena saat persiapan kolam tidak menggunakan desinfeksi.  Cara penanggulangannya adalah ikan ini dimusnahkan atau ikan yang mati ini dibuang. Namun ada pula petani yang mencoba menggunakan perendaman dengan NaCl 2% selama 30 menit. Namun cara ini juga masih belum ada hasilnya.

2.6. Panen

            Panen dilakukan dari kolam pemeliharaan larva. Panen dilakukan pada koi yang berumur 2 – 3 minggu setelah perawatan larva. Caranya adalah dengan mengurangi ketinggian air kolam dan menyeser koi yang ada di dalam kolam. Koi ini dipanen pada sore hari ketika matahari sudah tidak terlalu menyengat, hal ini sesuai dengan pendapat Khairruman (2000), yaitu pemanenan dilakukan saat suhu masih rendah, yakni pada pagi atau sore hari. Hal ini dilakukan agar benih koi tidak mengalami stress akibat perubahan suhu yang terlalu mencolok . Hasil panen dari larva ikan koi adalah 77 % sebanyak 27.720 ekor, ukuran 2 – 3 cm. Sintasan selama masa pemeliharaan larva terdapat pada Gambar 19.

Setelah itu koi ditebar ke kolam sawah. Inilah yang disebut pendederan. Pendederan dilakukan di kolam beton yang terletak di sawah. Saat berumur 2 – 3 minggu ini, koi belum layak untuk diseleksi. Seleksi pertama dilakukan ketika koi berumur 1,5 bulan. Cara panen dari kolam pendederan sama seperti pada kolam pemeliharaan larva, yaitu air disurutkan, dan pada saluran air diberi waring, kemudian pada kolam diserok. Panen pada kolam pendederan, akan dilanjutkan dengan seleksi pertama. Ukuran benihnya antara 4 – 6 cm.

Tuesday, December 17, 2019

PEMBENIHAN IKAN MANFISH


 PEMBENIHAN IKAN MANFISH
Oleh: Aldino Gibran Lubis, S.Pi




Ikan hias air tawar merupakan komoditas yang dapat diandalkan sebagai komoditas ekspor sehingga mempunyai prospek yang cukup potensial untuk dikembangkan. Peluang yang sangat baik tersebut harus dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Oleh karena itu perlu kesiapan dalam mengembangkan komoditas ini baik dari teknologi pembenihan maupun teknologi pembesarannya.
            Beberapa jenis ikan hias air tawar yang banyak disukai oleh para kolektor di luar negeri antara lain ; Tetra, Maanvis, Diskus, Cupang, Severum, Balck Ghost, dan banyak lagi. Peluang ini sekaligus merupakan tantangan bagi para pembudidaya dan pengusaha Indonesia untuk lebih meningkatkan ekspor ikan hiasnya.
            Saat ini, ekspor ikan hias dari tahun ke tahun menunjukkan kenaikan yang signifikan. Apabila dilihat dari volume ekspor tahun 1998 berjumlah hanya 192 ton dan pada tahun 2002 berjumlah 3.513 ton yang berarti kenaikan per tahun rata-rata sekitar 343,6 % ( Dirjen Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan. 2003 ).
            Dengan data dan fakta yang ada, bisa diartikan bahwa komoditas ikan hias ini masih bisa dipacu lagi pengembangannya. Untuk itu, guna mencapai cita-cita yang kita inginkan yakni menyumbangkan devisa dari sector perikanan budidaya, maka cara yang perlu kita lakukan adalah dengan meningkatkan kesehatan ikan yang kita budidayakan sehingga produksinya meningkat.
            Kata maanvis berasal dari bahasa Belanda yang berarti “Ikan Bulan” karena bentuknya yang seperti bulan purnama. Didunia internasional, ikan ini dikenal dengan nama “Angel fish” atau “Ikan Bidadari” karena gerakannya yang lemah gemulai dengan sirip yang panjang, tipis, dan halus serta dapat bergetar seperti selendang bidadari. Ikan ini juga sering dijuluki “The Queen of Aquarium” karena bentuknya yang sangat indah seperti anak panah dan sifatnya yang tenang sehingga sangat digemari sebagai ikan hias akuarium.
Klasifikasi
Sistematika Ikan Maanvis adalah sebagai berikut :
·   Ordo          : Perchomorphidei
·   Subordo     : Percoidea
·   Famili        : Cichlidae
·   Genus        : Pterophyllum
·   Spesies      : Pterophyllum scalare
Morfologi Ikan Maanvis
Maanvis memiliki bentuk tubuh pipih ( gepeng ) seperti bentuk anak panah. Sirip perut dan punggung membentang lebar kearah ekor sehingga nampak membentuk busur berwarna gelap transparan. Di bagian dadanya ada dua buah sirip yang panjangnya menjuntai sampai ke ekor. Dikalangan pembudidaya ikan hias, sirip dada yang berwarna keputihan ini diberi nama selempang alias dasi karena bentuknya yang tidak menyerupai sirip.
Tubuhnya yang indah itu dibalut oleh dasar keperakan mengkilat sampai hijau keabuan. Pada kepala bagian atas tersapu warna cokelat kehitaman menyusur sampai ke punggung. Sementara warna kombinasinya adalah hitam kecokelatan yang memotong di tiga bagian yaitu bagian ekor, tengah, dan mata. Panjang tubuh maksimal antara 12 – 15 cm.
Habitat dan Kebiasaan Hidup
Ikan Maanvis merupakan bukan ikan hias asli Indonesia tetapi berasal dari Amerika Selatan yakni dari dataran Orinocu dan Sungai Amazon. Di habitat aslinya, ikan ini dijumpai pada perairan tenang dan banyak ditumbuhi tanaman air dengan suhu 23 – 28 oC dan pH berkisar antara 6,5 – 7,0. Maanvis termasuk kedalam golongan ikan pemakan segala (omnivore) serta bersifat pendamai sehingga dapat dipelihara bersama ikan-ikan yang  memiliki gerakanlamban. Seperti umumnya ikan  dari famili Cichlidae, Maanvis pun memiliki sifat sayang terhadap keturunannya. Begitu sayangnya, terkadang ia tega menyantap anak-anaknya bila ia merasa ada yang mengganggu keselamatannya.
Persiapan Sarana Pemijahan
Ada beberapa tempat yang dapat digunakan sebagai tempat pemijahan Ikan Maanvis, diantaranya kolam atau bak semen, dan akuarium. Jika menggunkan bak semen, ukurannya 100 x 100 x 80 cm. namun bila menggynkan akuarium bisa dipakai ukuran 100 x 75 x 50 cm atau 60 x 40 x 40 cm. Tempat pemijahan sebaiknya diletakkan pada lokasi yang terhindar dari kebisingan serta diusahakan suasananya agak gelap sesuai dengan sifat ikan ini yang menyukai suasana sepi dan damai.
Karena Maanvis mempunyai sifat menempelkan telurnya, maka di dalam tempat pemijahan harus disediakan benda atau alat sebagai media untuk menempelkan telur. Benda ini bisa berupa pecahan botol, pipa paralon, atau benda lain yang permukaannya licin. Bisa pula dari jenis tanaman air yang berdaun panjang dan kuat ( bisa pula diganti dengan potongan daun pisang yang agak lebar ). Sebelum digunakan, semua alat ini dicuci ersih terlebih dahulu.
Setelah dibersihkan, kemudian wadah pemijahan diisi air setinggi  30 cm  dengan  suhu  air 23  –  26 oC  dan  pH 6,8  – 7.  Air sebagai media pemijahan maupun pemeliharaan harus selalu bersih dan kualitasnya terjaga.
Pemilihan Induk
Pada pemilihan induk Ikan Maanvis, perbedaan antara jantan dan betina kurang terlihat jelas. Oleh karena itu, hal termudah yang dapat dilakukan adalah dengan cara memilih induk Maanvis yang sudah berpasangan dari sekumpulan induk yang dipelihara yang kemudian dipisahkan dan ditempatkan pada wadah pemijahan.
Pada umur yang sama, ukuran ikan jantan lebih besar dengan perutnya yang pipih serta bagian kepala yang juga besar mempunyai benjolan kecil (kadang tidak tampak jelas) yang terletak antara ujung mulut dan sirip punggung. Sedangkan Maanvis betian, sekalipun ukurannya lebih kecil tetapi perutnya agak menonjol dengan bentuk kepala yang relative kecil dan umumnya menbentuk garis lurus antara mulut dan sirip punggung.
Ikan Maanvis mulai dewasa dan siap kawin bila umurnya telah mencapai 7 – 12 bulan dengan ukuran tubuh anatar 6 – 8 cm. ikan yang mijah biasanya selalu bersama-sama kemanapun pergi (berkejar-kejaran).   
Proses Pemijahan
Untuk menciptakan suasana tentram pada saat pemijahan, sebaiknya pada dinding akuarium ditempel kertas berwarna gelap. Jika menggunakan bak semen, maka pada permukaan air bak tersebut bisa diberi tanaman air yang mengapung seperti eceng gondok (Echornia crassipes).  Hal ini dilakukan sesuai dengan sifat Ikan Maanvis yang gemar hidup ditempat gelap. Baru setelah itu induk yang telah berpasangan dapat dilepaskan ke dalam wadah pemijahan.
Proses pemijahan biasanya terjadi pada malam hari ketika suasana tenang dan sepi. Induk betina segera akan meletakkan telur pada media yang telah disediakan sehingga keesokan harinya tampak telur yang menempel pada media tersebut.
Penetasan Telur
Setelah menetas, biasanya induk Ikan Mannvis akan menjaga dan merawat telurnya dengan cermat secara bergantian. Kelompok telur yang melekat pada daun atau benda lain dibersihkan dengan mulut sambil mengkipas-kipaskan siripnya agar telur-telur tersebut memperoleh aliran air yang segar. Pada kondisi ini sebaiknya induk jangan dikagetkan, karena jika itu terjadi bisa jadi induk Maanvis akan memakan telurnya karena sayangnya induk kepada keturunannya.
Untuk menghindari terjadinya hal tersebut diatas, alangkah lebih baiknya telur-telur tersebut diangkat dan ditetaskan pada tempat tersendiri. Telur akan menetas dalam waktu 2 – 3 hari pada suhu 25 – 28 oC. Larvanya akan menggantung pada permukaan daun dengan perantaraan seutas benang halus yang dihasilkannya. Dua atau tuga hari kemudian anak Maanvis terlihat sudah mulai berenang sendiri.
 
Pendederan
Persediaan kuning telur pada umur 3 – 4 hari sudah habis dan anakan Maanvis sudah aktif berenang. Keadaan seperti ini merupakan saat-saat yang rawan dalam usaha budidaya Maanvis. Oleh karena itu harus segera mendapat perlakuan sebaik-baiknya yang biasanya dipindah ke wadah pendederan seperti bak semen yang berukuran 2 x 2 m dengan kepadatan 300 ekor.
Semenjak hari pertama hingga hari ke tujuh, benih diberi pakan berupa infusorea atau rotifera. Awal minggu kedua diberi naupli artemia atau kutu air halus hasil saringan, kemudian cacing sutera atau pakan buatan berbentuk tepung halus. Pemberian pakan ini dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak terdapat sisa pakan di dasar wadah yang dapat menyebabkan perubahan kualitas air pada wadah budidaya. Pemeliharaan tahap pertama ini biasanya diakhiri dengan kegiatan seleksi. 
Pembesaran
Pembesaran Maanvis dapat dilakukan di kolam atau bak semen ukuran 2 x 2 m dengan kepadatan tergantung pada ukuran ikan. Biasanya kepadatan setelah pendederan dikurangi menjadi 100 – 150 ekor. Benih untuk pembesaran ini biasanya sudah berumur 3 – 4 minggu. Tandanya ialah sirip-siripnya sudah lengkap. Pakan yang diberikan berupa kutu air besar, cacing sutera, ataupun cacing darah.
Biasanya pada usia 2 bulan dan dewasa, ikan ini sudah tahan  terhadap perubahan kualitas air. Namun demikian, pergantian air sebaiknya dilakukan secara rutin. Ini disebabkan sirip dadanya yang panjang seperti dasi sangat mudah rusak bila terserang penyakit. Jika sudah rusak maka nilai jualnya pun hilang (menurun). Pada ukuran 3,5 cm atau berumur sekitar 3 bulan, Maanvis sudah dapat dijual.